Banyak orang yang
mudah menyatakan cinta kepada orang yang dicintainya. Menyalurkan rasa cintanya kepada sang pujaan. Tapi tidak denganku. Aku
termasuk kategori orang yang mungkin terlalu ‘gengsi’ menyatakan cinta pada
orang yang jelas-jelas sangat aku cintai. Ibuku, ya ibuku. Dia adalah orang
kedua yang selalu mengisi hatiku setelah Allah. Aku sangat mencintainya. Tapi
aku tidak pernah bisa untuk menyatakannya, bahkan aku merasa hanya sebagai perusuh
(pengganggu) saja. Seperti orang yang tidak berguna.
Bulan lalu,
mamaku ulang tahun. Aku pun sudah mempersiapkan kado yang istimewa buat mama.
Aku tahu beberapa hari ini, alat pemanas air automatic mama rusak akibat kena
petir. Jadi aku berencana bakal pergi nyari alat itu bersama teman-teman yang sangat aku percaya.
Jam 9, aku dan
teman-teman ngumpul di sekolah. Maklum sebagai anak kelas 9 yang sudah tamat,
kami bebas berkeliaran dimana saja dan kapan saja. Maka
langsung saja, aku dan temen-temen, Tila, Dina, dan Gava, segera mulai
menjelajah pasar kota Padang.
Target pertama kami
adalah pasar-pasar tradisional yang pastinya menjual alat elektronik. Ternyata
ga ketemu. Kami ga nyerah. Kami terus mencari dari satu ujung ke ujung yang
lain. Tepat jam 12, pencarian kami terhenti. Capek, gerah, panas bercampur jadi
satu. Dina dan Tila pun bersiap-siap untuk out
dari pencarian tak berhujung ini. Aku pastinya ga bisa melarang. Ini zaman demokrasi,
setiap orang berhak menentukan pilihan. Alhasil, tinggalah aku dan Gava. Kami pun sepakat untuk nyari ke toko buku yang juga
jual alat elektronik. Tempat pertama kami adalah SA (nama disamarkan).
Sesampainya di sana, kami pun segera mengaduk-ngaduk tempat itu dan berpencar
kesana kemari. Namun nasib tak bisa ditolak, kami tetap tidak bisa menemukannya.
Jam 1-an, Gava mulai
terlihat bosan. Dia pun langsung bilang pengen istirahat dulu. Maka kami pun
jalan-jalan ke toko pernak-pernik yang kebetulan berada di seberang jalan.
Tokonya bersih dan banyak barang-barang lucu yang menggemaskan. Namun
perhatianku teralihkan pada sebuah tangga di ujung kiri. Seperti ada magnet
antara aku dan tangga itu. Kupaksa Gava agar kami naik ke lantai 2. Awalnya
Gava ga ngeh nanggapinnya. Tapi
begitu melihat aku begitu penasarannya, kami segera naik.
Tak disangka-sangka,
ternyata di lantai 2 itu kami menemukan PEMANAS AIR LISTRIK OTOMATIS itu! Tepat
di depan kami. Tak bisa dibayangkan. Perasaan kami (terutama aku) terasa
bercampur aduk antara haru dan kaget (iyadong, masa di toko pernak-pernik ada
pemanas air?). Tapi aku bersyukur banget. Tanpa banyak basa-basi aku segera
membeli pemanas air itu, tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Gava. Kalau tadi
dia ga ngusulin ke tempat ini, pasti ga nemu-nemu deh. Thank you Gava :')
Sesampainya di rumah,
Aku langsung
membungkus hadiah itu dengan kertas kado. Sebelum aku bungkus, tak lupa aku
tuliskan HAPPY BIRTHDAY MOM! agar mamaku semakin senang. Mama yang baru sampai
di rumah pun ga ngeh kalau aku lagi
mempersiapkan kado untuknya nanti malam. Seperti biasa, mama membuatkan makanan
untukku dan kami menjalani rutinitas layaknya tak terjadi apa-apa.
Tepat pukul 12 malam,
Aku yang tak
henti-hentinya dari tadi menguap langsung terkejut mendengar alarm nyaringku
berbunyi. Ya, jam itu memang kusetel jam 12 malam khusus untuk malam ini
(takutnya ketiduran). Dengan jiwa bergelora ala Bung Karno, aku pun segera
masuk ke kamar Mama dan menyanyikan lagu HAPPY BIRTHDAY. Mama yang tadinya
tidur langsung tersentak bangun. Aku tau mama pasti kaget. Tak biasanya aku
begadang seperti ini. Biasanya baru nemu bantal aja udah ngeces haha.
Mama yang
terbingung-bingung tak kubiarkan berhenti penasaran. Tanpa babibu, aku langsung
memberikan kado yang sudah dari tadi bersembunyi di punggungku. Mamaku yang
melihat hal ini langsung tersenyum bahagia dan tidak lupa mengambil hadiah yang
sudah kuberi tadi. Aku merasa ada perasaan yang lain saat melihat senyum indah
itu. Walau diiringi mata yang ngantuk karena dibangunkan tiba-tiba, tapi tidak
mengurangi ketulusan senyumnya. Ah, hatiku terasa hangat. Terasa damai. Rasanya tidak ingin menghilangkan senyum itu dari wajahnya. Tapi aku tersadar. Hari sudah
larut. Maka aku pun kembali mengingatkan mama agar langsung tidur. Mama pun
mengecup keningku dan tidur kembali.
Esok paginya,
“Happy Birthday
Mama. Happy Birthday Mama. Happy Birthday Happy Birthday Happy Birthday
Mama ! Happy Birthday yaa ma. Semoga selalu jadi mama yang the best! Hehe.”
Ternyata kakakku yang baru saja menyenandungkan lagu Happy Birthday itu.
Kulihat kakak memeluk mama dan mengatakan kalau hadiahnya ada di depan. Tanpa
menunggu lebih lama lagi, kakak dan mama pun segera menuju ke depan diikuti
oleh aku dari belakang.
Tiba-tiba kulihat,
Sesuatu yang
menakjubkan! Bahkan hadiahku tadi malam berasa tidak berarti sama sekali.
Tahukah kalian semua? DISPENSER! Biasa mungkin bagi kalian yang berada di
kalangan atas. Tapi tidak untuk keluargaku yang sederhana. Mamaku sangat
terharu dan memeluk kakakku kembali. Aku yang melihatnya langsung tertunduk dan
kembali ke kamar.
Kubenamkan kepalaku ke
bantal. Sedih, kesal, marah, cemburu, iri bercampur menjadi satu. Kenapa sih
selalu kakak yang lebih mengerti apa yang dimau mama? Kenapa bukan aku? Padahal
aku sama-sama anak kandung mama. Apasih yang salah dari diriku? Ku keluarkan
semua air mata yang dari tadi mengganjal di pelupuk mataku. Karena kelelahan
aku pun tertidur.
Siangnya,
“Va, makan
bareng-bareng yuk. Mama udah beli KFC tadi di luar. Makan yuk sayang,” mamaku
memanggil. Sambil mengucek-ngucek mataku yang sembap akibat menangis aku pun
keluar dan segera duduk di meja makan. Dengan sigapnya, mama langsung mengambil
nasi dan ayam untukku. Aku pun tanpa mau banyak menyusahkan langsung mengambil
nasi dan ayam yang diambil mama untuk meletakkan saus dan tetek bengek lainnya. Kakakku mengambil sendiri nasi dan ayamnya.
Kembali kumerasa diriku sangat menyusahkan. Kakakku yang memberi barang lebih
mahal dariku saja mandiri, masa aku si anak ingusan ini menyusahkannya minta
ampun? Otakku pun bercabang saat makan.
Esok paginya, sesuatu yang tidak terduga,
“Aduuh.Uh uuh uuuh.”
“Papaaa! Mamaa paa !
Mama jatuuh! Paaaaaaaa!”
Aku yang masih dibuai
di alam mimpi pun seketika terbangun ketika mendengar kakakku berteriak MAMA
JATUH! Tanpa memedulikan rasa kantukku, langsung ku bangkit dari tempat tidur
sambil berteriak “Mamaaaaaaaaaaaaaaaaa!!”
Mama pun akhirnya
berdiri dibantu kakak. Kakakku sambil setengah berteriak menyuruhku untuk
mengambil korset karena mamaku mengatakan pinggangnya sakit banget. Tanpa
menunggu komando lebih lanjut, aku segera berlari mengambil korset mama.
Tak lama kemudian,
kulihat mama sudah terbaring di kamarnya dengan mengenakan korset. Kakakku yang
juga merupakan seorang dokter langsung mengambil obat-obat yang dirasanya
sangat perlu. Aku yang tak mengerti hanya melihat. Tak berani berkata, tak
berani berbuat. Yang bisa kulakukan hanya diam dan melihat layaknya anak kecil yang tidak tau apa-apa.
Siangnya mama sudah
agak mendingan. Aku yang menunggu sambil ikut tidur-tidur di sebelah mama pun
mendengarkan ceritanya ketika jatuh di kamar mandi tadi.
“Aduh, mama gatau
kenapa bisa jatuh. Lantainya benar-benar licin. Sebelumnya mama masih ingat kalau
mama mau mengambil cucian, kakak saat itu masih mengaji, dan kamu sedang tidur.
Tiba-tiba mama terjatuh, badan mama merasa melayang. Rasanya seperti ga di wc
lagi. Mungkin itu adalah alam bawah sadar mama. Mama merasa lepas dari badan
mama sendiri seakan mau melayang. Tapi mama tersintak
ketika mendengar kamu berteriak mama. Rasanya mama terhempas kembali dan
tersadar kalau mama masih di wc. Aduh, kalau ga ada kamu, gatau deh mama mau
kemana tadi rasanya.”
Aku yang mendengar
cerita mama, tersipu malu. Bukan bermaksud merendahkan diri, aku pun berkata,
“Tapi tadi Vany terbangun karena denger suara kakak bilang mama jatuh. Vany pun langsung
kebangun dan tanpa sadar teriak mama, hehe. Untung mama ga melayang. Kalau
melayang, Vany bakal iri banget nih soalnya Vany kan pengen banget bisa
terbang hehe.”
Mamaku hanya bisa
tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
“Kamu nih yaa, udah
tau orang tua lagi sakit masih juga ngecandain. Ntar kalau mama kenapa-kenapa
gimana?”
“Aduh mama sensi amat
sih. Becanda kok maa hehe. Jangan dimasukin ke hati, ke dompet aja hahaa.”
“Huh kamu ini hobinya
becanda terus. Tapi makasih banget tadi atas teriakannya ya sayang.”
Mamaku pun mengecup
keningku. Aku tersenyum. Aku senang. Ternyata aku bisa juga menolong dan
membahagiakan orang yang aku cintai. Ya, mamaku. I love you Mom! I love you so
much. I hope I’ll never lost your smile in my life. I need you to accompany me in my
future life.
Satu lagi,
Mama, aku sayang mama.
Aku tau, mama pasti merasakan rasa sayangku pada mama walau aku ga bisa
mengucapkan dengan kata-kata. Aku tau mama mengerti. Aku harap mama ga pernah
berubah. Aku harap mama selalu menjadi mama yang selalu ada di sampingku.
Selalu memimpinku dari depan, menyemangatiku dari belakang, dan menemaniku dari
samping. I love you so much, Mom!