Page Views

Jumat, 06 Mei 2011

Kado Ulang Tahun Untuk Mama


                 Sebulan lagi mama Vita ulang tahun. Vita yang hanya tinggal berdua dengan mamanya itu ingin sekali memberikan kado ulang tahun yang spesial untuk mamanya. Berbagai macam pilihan dia buat sebagai alternatif. Dan akhirnya dia menyisakan 2 pilihan, yaitu sebuah gamis biru yang pernah dilihatnya di toko dan pigura foto yang berisi foto mereka berdua.
                Sabtu ini Vita memutuskan untuk pergi ke toko baju itu bersama Dio, teman dekatnya. Maka sepulang sekolah, Vita pun langsung berangkat bersama Dio. Tak lupa, Vita pun menanyakan pendapat Dio tentang kado yang akan dia beri. Dio pun sepertinya sangat setuju dengan rencana Vita dan berjanji akan membantu Vita sebisanya.
                Sesampainya di toko, Vita langsung mencari baju itu. Ketemu, soraknya dalam hati. Dia pun langsung menuju ke tempat baju gamis tersebut dan menanyakan harganya kepada si penjual.
                “Oh, kalau baju ini harganya Rp 170.000 nak. Bajunya untuk siapa?”
                “Kalau Rp 150.000 bagaimana, Pak? Bajunya untuk mama saya Pak.”
                “Hm, kalau Rp 150.000 Bapak ga dapat untung nak. Bapak kasih Rp 160.000 deh, bagaimana? Apakah ukuran baju ini sudah cocok untuk mama kamu?”
                “Rp 160.000 ya, Pak? Ya, saya setuju Pak. Saya sudah pernah kesini bersama mama saya beberapa bulan yang lalu Pak. Dan saya lihat bajunya pas. Maaf sebelumnya Pak, apa boleh saya meminta Bapak untuk menyimpan baju ini untuk saya selama sebulan? Uang saya belum cukup untuk membayarnya Pak. Tapi saya janji, sebulan lagi saya akan mengambil baju ini. Saya ingin memberikan baju ini sebagai hadiah ulang tahun mama saya.”
                “Oke, saya akan menyimpannya.”
                “Terima kasih, Pak.”
                Vita dan Dio pun langsung meniggalkan toko tersebut dengan perasaan senang. Satu kado telah selesai dia cari. Sekarang tinggal membuat pigura foto. Vita memang berniat untuk membuat sendiri piguranya agar mamanya lebih senang dan terkesan. Vita pun mengajak Dio pergi ke pasar untuk membeli karton dan peralatan lainnya.
                Butuh 2 jam bagi mereka untuk berkeliling mencari barang-barang yang dibutuhkan. Akhirnya setelah semua barang dirasa cukup, Vita dan Dio pun pulang. Kebetulan rumah mereka satu arah tetapi berbeda gang. Selama perjalanan pulang, Vita tak henti-hentinya menceritakan semua rencananya kepada Dio.
                Keesokan harinya, sesuai rencana, Vita pun berkunjung ke rumah Dio untuk menjalankan rencana mereka. Vita pun sudah minta izin kepada mamanya dengan alasan mengerjakan tugas kelompok. Untung saja mamanya percaya dan mengizinkan.
                Di rumah Dio, Vita pun langsung mengerjakan rencananya. Dia segera mengeluarkan gunting, selotip, lem, dan karton warna-warni yang dibelinya kemarin. Dio yang sudah diberi tau apa yang harus dilakukannya pun langsung membantu menggunting karton-karton itu sesuai pola yang diberikan Vita.
                3 jam kemudian,
                “Horee, akhirnya pigura ini jadi juga. Wah, bentuknya lucu ya,” ucap Vita.
                “Iya, wah, pasti mama kamu senang deh Vit. Kalau aku jadi mama kamu, aku bakal merasa menjadi orang tua yang paling beruntung sedunia hehe,” balas Dio.
                “Makasih banget ya Dio, kalau ga ada kamu, aku rasa pigura ini juga ga bakal sebagus sekarang, kamu kan tau aku agak ceroboh dalam mengukur. Eh makasih juga ya atas bantuannya membungkus kado,” kata Vita.
                “Haha, yang penting akhirnya pigura ini bagus banget. Iya sama-sama,” puji Dio.
                “Hm, eh boleh ga aku titip piguranya dulu di rumah kamu? Biar ga ketauan, ntar pas mamaku ulang tahun, aku ambil deh. Boleh ya?” pinta Vita.
                “Oke, dengan senang hati,” jawab Dio sambil tersenyum.
                Setelah membereskan kamar Dio yang kotor karena karton yang berceceran, mereka pun langsung keluar. Terlihat mama Dio baru saja menyelesaikan masakannya. Ketika melihat Vita akan pamit pulang, beliau langsung berkata,
                “Nak Vita, makan siang dulu yuk sama tante dan Dio. Tante udah buatin ikan goreng nih, pasti kamu suka.”
                “Makasih banyak Nte, tapi sepertinya saya langsung pulang saja. Takutnya mama khawatir,” kata Vita berbasa-basi. 
                “Tenang saja, Vit. Tadi mama kamu telepon tante dan tante sudah bilang sama mama kamu kalau kamu mungkin pulangnya agak siangan. Jadi makan di sini dulu aja ya. Ga boleh nolak permintaan tante lagi lo,” kata mama Dio.
                “Iya Vit. Nanti habis makan aku temani kamu pulang deh,” tambah Dio.
                Vita pun akhirnya mengangguk. Makanan buatan mama Dio memang kelihatan sangat enak. Dan setelah dicoba, hmm ternyata memang benar. Dagingnya sangat empuk dan tidak hambar. Mama Dio memang pintar sekali memasak. Vita pun memakannya perlahan-lahan untuk menikmati setiap gigitannya.
                Selesai makan, Dio pun menepati janjinya dan mengantar Vita pulang. Mama Vita yang menunggu di rumah pun langsung keluar rumah.
                “Aduh ada nak Dio, maaf ya kalau jadi ngerepotin. Silahkan masuk dulu, Dio”
                “Ga papa kok, Tante. Tadi saya udah janji sama Vita mau ngantarin dia pulang. Hm, sepertinya saya langsung balik aja Nte. Saya udah bilang sebentar aja sama mama,” kata Dio.
                “Oh, baiklah. Hati-hati di jalan ya Dio”
                “Iya Tante. Terima kasih.”
                Setelah Dio tidak terlihat lagi, Vita dan mamanya langsung masuk ke rumah. Mereka pun berbincang-bincang sebentar seputar sekolah. Setelah selesai, Vita pun masuk ke kamarnya dan mulai mengerjakan PR. Tapi tetap, bayangan hadiah untuk mamanya terus menghiasi kepalanya.
                Sehari sebelum ulang tahun mama Vita,
                “Dio, temenin aku ke toko hari ini ya. Aku mau ngambil baju yang dulu kita pesan,” ajak Vita.
                Dio yang baru saja membereskan buku-bukunya mengangguk dan mengikuti Vita keluar kelas. Teman-teman Dio dan Vita yang melihat kejadian itu langsung ber-suitsuit dan menggoda mereka. Dio hanya tersenyum, sementara Vita tidak berniat menggubris mereka karena bayangan hadiah untuk mamanya sudah mulai tampak di depan mata.
                Akhirnya mereka sampai di toko. Vita pun langsung memasuki toko dan menemui si penjual. Penjual itu pun terlihat agak kaget, tapi dia segera bersikap tenang. Vita yang sangat bersemangat itu pun langsung bertanya,
                “Pak, baju yang saya pesan sebulan yang lalu masih ada kan, Pak? Saya mau mengambilnya sekarang karena besok mama saya ulang tahun. Uangnya juga sudah saya kumpulkan.”
                Vita pun mengeluarkan uangnya.
                “Aduh maaf ya nak. Bukan maksud Bapak untuk menyepelekanmu, tapi baju itu sudah terjual minggu lalu dan itu adalah stok terakhir Bapak,” kata si penjual.
                “Apa? Kenapa Pak? Kami kan sudah meminta duluan, apa karena orang itu membeli dengan harga yang lebih tinggi?” tanya Vita beruntun.
                “Sekali lagi maaf nak, keadaannya memang betul begitu. Saya sebagai penjual tentu ingin mencari untung yang lebih. Apalagi kepastian dari kamu tidak ada, jadi saya terpaksa memilih yang pasti,” bela penjual itu.
                Dio yang merasa tidak terima pun langsung menyela,
                “Maaf ya, Pak. Tapi Bapak kan sudah janji akan menyimpan baju itu untuk teman saya ini. Saya sebagai temannya merasa tidak terima kalau Bapak menyepelekan dia seperti itu. Walaupun dia tidak membeli semahal yang dibeli orang lain tersebut, tapi dia tetap orang yang pertama yang akan membeli. Dan untuk Bapak ketahui, teman saya ini tidak pernah melanggar janjinya.”
                Bapak penjual yang merasa diceramahi itu pun langsung marah,
                “Heh kamu. Kecil-kecil udah berani nasihatin orang tua. Sudah pergi kalian sana. Kalian menganggu kenyamanan toko saya saja. Pergi sana!”
                Dio ingin membalas perkataan kejam penjual tersebut, tetapi Vita menahannya dan mengajak Dio keluar. Setelah mereka agak jauh dari toko, Vita pun mulai berkata,
                “Dio, seharusnya tadi kamu tidak berkata seperti itu. Penjual pasti akan selalu mengambil untung jadi wajar saja Bapak tadi bersikap seperti itu. Sekarang, bagusnya uang ini aku belikan apa ya?”
                “Wah, kamu memang berhati lapang Vit. Aku bangga menjadi teman dekatmu. Kalau aku jadi kamu, aku pasti lebih mengumpat-ngumpat. Hm, bagaimana kalau uang ini kita gunakan untuk membuat surprise party aja. Pasti berkesan banget!” usul Dio.
                “Ah ide yang sangat bagus. Besok aku akan membeli kue tar buatan Ibu Sri yang terkenal enak itu. Pasti mama senang deh,” kata Vita dengan gembira. Dio pun juga langsung mengangguk setuju dan akhirnya pulang.
                Keesokan harinya,
                Vita bangun seperti biasa. Dia menyapa mamanya dengan hangat dan berpura-pura lupa kalau hari ini hari ulang tahun beliau. Mamanya pun sepertinya tidak terlalu berharap ucapan ulang tahun dan tetap menyediakan sarapan pagi seperti biasanya. Di sela-sela makan, Vita berkata,
                “Ma, ntar pulang kerjanya agak cepetan ya Ma. Jangan sore-sore, aku mau kita main-main ma.”
                “Aduh gimana ya? Mama nanti ada meeting, tapi mama usahain ya sayang,” kata mama.
                Vita pun mengangguk dan melanjutkan makanannya. Selesai makan, Vita pun segera berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah, Vita belajar seperti biasa. Tapi sepertinya Vita tidak berkonsentrasi penuh. Pikirannya melayang-layang membayangkan acara kejutan untuk mamanya. Sesekali dilihatnya Dio yang ternyata juga curi-curi pandang sambil tersenyum kepadanya. Vita yang kaget karena dilihat dari tadi langsung fokus ke pelajaran.
                Sepulang sekolah,
                “Dio, ayo buruan. Temenin aku beli kue ya, habis itu kita ke rumah kamu ambil kado hehe,” kata Vita.
                “Iya iya, bentar. Eh aku boleh ikut merayakan juga ga?” tanya Dio.
                “Oh boleh dong, mamaku pasti makin senang hehe,” jawab Vita.
                Mereka pun segera keluar kelas diiringi godaan teman sekelas. Mereka tidak menghiraukannya dan segera menuju toko Bu Sri untuk membeli kue tar.
                Setengah jam kemudian, mereka keluar dari toko sambil membawa sekotak kue tar yang besar. Mereka pun berhati-hati jalan agar kue itu tidak tersenggol dan jatuh. Sesampainya di rumah Dio, mereka langsung mengambil kado. Mama Dio yang sudah mengetahui rencana Vita dan Dio hanya tersenyum simpul sambil mengangguk-anggukan kepala tanda kagum.
                Pukul 03.00, mereka sampai di rumah Vita. Terlihat rumah masih kosong. Ya, Vita memang hanya tinggal berdua dengan mamanya setelah papanya meninggal akibat kecelakaan di Bandung. Mamanya pun seakan tidak mau berlarut dalam kesedihan dan akhirnya mama memilih bekerja di perusahaan milik saudara ayahnya.
                Sudah 3 jam mereka menunggu, tapi mama Vita tak kunjung pulang. Mungkin meeting ini sangat penting bagi mama, batin Vita. Dio pun mengabari mamanya kalau ia akan pulang telat. Dia pun juga tidak ingin membuat Vita bosan. Dia mulai bercerita banyak hal kepada Vita. Vita yang menyadari niat Dio pun senantiasa mendengar dan menanggapi cerita Dio.
                Akhirnya tepat pukul 07.00, mama Vita sampai di rumah. Mendengar derap langkah mamanya, Vita pun segera mengambil posisi bersama Dio, bersiap-siap memberi kejutan. Dan ketika mamanya membuka pintu,
                “Selamat ulang tahuuuun!” teriak mereka.
                “Happy birthday mama, semoga mama semakin baik dan sukses ya ma. Semoga bisnis mama makin lancar dan semoga selama ini aku tidak menjadi anak yang menyusahkan mama,” kata Vita sambil menyalami mamanya. Mamanya yang kaget, tidak bisa berkata apa-apa. Ia tidak menyangka anaknya akan memberi kejutan pada hari ulang tahun yang hampir saja dilupakannya. Dio pun seakan tidak mau kalah dan berkata,
                “Selamat ulang tahun ya Tante, semoga Tante selalu diberi kemudahan oleh Allah untuk mendapat nikmat yang banyak, amin.”
                Mama Vita pun langsung memeluk Dio dan mengucapkan terima kasih. Secara diam-diam Vita mengambil kue tar dan pisau yang diletakkan di atas meja.
                “Ayo ma, Dio, kita makan kue. Nih udah aku siapin,” kata Vita.
                Mamanya pun langsung mengambil kue dan mulai memotongnya. Potongan pertama ia berikan untuk anak semata wayangnya, Vita, dan selanjutnya untuk Dio. Vita pun tak mau kalah, ia memotong bagian kue itu dan menyuapkannya kepada mama. Dio yang tidak ingin kelihatan kehilangan kesempatan segera memotret kejadian itu. Vita dan mamanya kaget ketika difoto, tapi akhirnya mereka tertawa bertiga dan memakan kue masing-masing.
                Setelah perut kenyang, Vita, Dio, dan mama Vita mulai duduk bersama. Vita pun segera mengeluarkan hadiahnya dan memberikan kepada mamanya. Mamanya yang penasaran langsung membuka bungkus kado dan melihat isinya,
                “Wah, pigura yang sangat cantik. Terima kasih ya sayang, aduh fotonya juga bagus banget. Pasti kamu kerja keras banget ya buat ngerjain ini,” puji mamanya.
                “Hehe biasa aja kok ma. Itu juga dibantu-bantu Dio, ya kan Dio?” kata Vita sambil menyikut Dio. Dio pun langsung menimpali,
                “Iya sih Tante, tapi tetap aja yang punya ide dan merancangnya kan Vita. Jadi Vita lah yang mendominasi pembuatan pigura ini hehe. Oh iya, saya juga punya kado buat tante.”
                Dio pun langsung mengeluarkan kadonya. Mama Vita pun dengan ragu mengambil kado tersebut. Ia tidak menyangka, teman dekatnya Vita ini juga perhatian dengan hari ulang tahunnya. Dia pun membuka kado dari Dio,
                “Wah buku? Ini buku apa?” tanya mama Vita sambil membuka bukunya.
                “Hehe ini sebenarnya curahan-curahan hati Vita di sekolah Tante, dia sering banget memuji Tante di sekolah. Salah satunya lewat kertas-kertas ini. Kertas ini sudah saya kumpulkan semenjak 6 bulan yang lalu,” jawab Dio.
                “Apa? Jadi kamu yang mengambilnya secara diam-diam? Pantas saja, waktu itu aku cek di laci meja ga ada lagi,” sungut Vita pura-pura marah.
                “Haha, ga papa Vita. Setidaknya mama jadi tau kalau kerja keras mama ga sia-sia di mata kamu. Makasih ya sayang, makasih Dio. Walaupun Dio bukan anak Tante, tapi kamu sudah Tante anggap sebagai anak sendiri. Kalian benar-benar anak yang baik. Terima kasih, aduh mama jadi gatau mau bilang apa lagi selain terima kasih,” kata mama Vita terbata-bata.
                Vita dan Dio pun segera memeluk mama Vita. Hari ini adalah hari yang tidak akan terlupakan oleh mereka bertiga.

                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar