Page Views

Rabu, 21 Maret 2012

Indahnya Kejutan dari Sahabatku

Pada suatu hari Vinka berjalan sendiri. Menenangkan hati. Dia memang sedang sumpek. Betapa tidak, orang tua dan teman-temannya selalu menyalahkan dirinya. Beberapa memang mungkin adalah kecerobohannya, tapi tak jarang orang-orang hanya men-judge dan hanya memanfaatkannya.
                Langkah demi langkah ia lalui dengan hampa. Terpikir baginya untuk mengakhiri hidup bila mengingat semua tuduhan yang diberikan kepadanya. Seakan terhipnotis, tibalah ia di tepi sungai. Ingin rasanya ia membunuh dirinya dengan berjalan melawan derasnya arus air dan tajamnya bebatuan. Namun rasa takut mulai menyergapinya. Bagaimana kiranya tanggapan orang yang ditinggalkannya? Akankah menertawakan kebodohannya? Dan hal ini malah membuat ia semakin menyesali keputusannya?
                Hatinya diselimuti kegundahan. Antara iya dan tidak. Sebagian hatinya memaksa untuk berjalan menelusuri sungai deras tersebut, tetapi sebagian lagi menyuruhnya untuk berbalik dan menyelesaikan masalah. Kegundahan ini membuat Vinka tetap terdiam dan akhirnya mematung. Orang-orang yang berjalan di sekitarnya hanya menatap dan memandang iba kepadanya. Penampilan Vinka memang cenderung sangat mengenaskan untuk dilihat. Rambutnya yang kucel dikuncir kuda, baju merahnya kusut karena diremas-remas dari tadi, dan celananya pun kotor karena lumpur yang ia lewati.
                Tibalah saatnya Vinka memutuskan. Dicobanya untuk mulai menapaki langkah menuju sungai. Saat ia mulai melangkah, seseorang tiba-tiba memegang pundaknya. “Siapa yang memegang pundakku?” batin Vinka. Segera ia berbalik dan menatap tajam orang yang berani menghentikan langkahnya itu.
                “Apa yang akan kamu lakukan Vinka?” belum sempat Vinka berbicara, orang tersebut sudah bertanya.
                “Bukan urusanmu, Tito,” jawab Vinka ketus.
                “Ada apa denganmu, Vin? Daritadi aku mengikuti kamu, kamu terlihat sangat gundah. Itu membuatku sangat khawatir,” ujar Tito.
                “Peduli kamu apa? Kamu tuh ga ada hubungannya sama aku. Mau aku mati kek, jatuh kek, sakit kek, terluka kek, itu bukan urusan kamu. Ingat itu!” ketus Vinka lagi.
                “Sabar, Vin. Kamu lagi ada masalah berat ya? Berbagi yuk sama aku. Siapa tau aku bisa bantu kamu,” hibur Tito tanpa memedulikan ketus Vinka.
                “Please, Tito. Lebih baik aku menyendiri daripada harus cerita sama kamu!” jawab Vinka sambil duduk merendam kaki di tepi sungai.
                “Baiklah, kalau gitu aku juga akan duduk menunggu disini,” ujar Tito sambil duduk di samping Vinka. Waktu pun berlalu tanpa kata di antara Vinka dan Tito. Vinka yang sudah sangat lelah untuk menghindar dan bosan berdiam diri bersama Tito akhirnya membuka pembicaraan.
                “To, tau ga, aku lagi gundah banget akhir-akhir ini. Ga ada orang yang mengerti sama aku. Semuanya ga peduli dengan keadaanku saat ini. Semua hanya bisa menyalahkan aku. Aku sangat benci dengan situasi seperti ini To,” curhat Vinka.
                “Vin, kamu salah. Semua orang peduli kok sama kamu. Kenapa kamu berpikir semua ga ada yang mengerti sama kamu?” balas Tito.
                “Bayangkan aja To, pertama, ga ada orang yang inget sama hari ulang tahun aku. Mungkin kamu sendiri juga ga inget sama ulang tahun aku. Yang kedua, kamu tahu kan, dari seminggu yang lalu aku selalu dijauhi oleh semua orang yang aku kira sahabat terbaik aku. Mana mereka pakai acara bisik-bisik lagi di depan aku. Aku merasa kayak digosipin To. Dan kamu tahu? Orang tuaku sama sekali ga peduli sama hal ini. Kurang apalagi coba?” seru Vinka sambil cemberut.
                “Apakah kamu sudah mencoba berbicara langsung ke mereka Vin?” tanya Tito sambil tersenyum.
                “Mau nanya apa? Wong aku mendekat aja udah dibisik-bisikin, mood aku kan langsung turun,” ketus Vinka.
                “Hm, oke Vin. Well, sekarang kamu mau apa?” tanya Tito.
                “Huh, gatau deh. Aku pikir kamu bakal ngasih solusi kayak yang kamu bilang. Ternyata ga. Aku mau bunuh diri aja. Puas kan? Sudah, pergi sana! Aku ga butuh kamu!” seru Vinka sambil mendorong Tito. Tito pun segera memegang tangan Vinka erat hingga Vinka meronta, seraya berkata,
                “Vin, ikut aku ya. Aku mau nunjukin sesuatu ke kamu,” ujarnya.
                “Nunjukin apa? Udah deh, ga usah ngebacot, aku udah muak,” ronta Vinka sambil berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Tito.
                “Udah ikuti aku aja dulu,” ujar Tito sambil membawanya dengan mobil yang ternyata sudah terparkir di jalan dekat sungai.
                Vinka yang sudah amat lelah itu hanya pasrah dibawa paksa oleh Tito. Dalam hati, ia menyesal sudah berbicara dengan Tito. Tetapi hati kecilnya tetap penasaran dengan ucapan Tito. Akan dibawa kemanakah ia? Untuk menutupi rasa penasarannya, Vinka pun mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Tito yang tidak ingin suasana menjadi hening pun mulai menyetel tapenya dengan lagu jazz, kesukaan Vinka.
                Tak lama, tibalah merekadi sebuah gubuk tua yang kelihatannya tidak berpenghuni. Vinka pun menoleh heran kepada Tito. Tito pun tersenyum simpul menambah rasa waswas dalam diri Vinka. Tetapi anehnya Vinka tak ingin kabur dan malah penasaran dengan permainan Tito ini. Akhirnya diikutilah Tito yang berjalan keluar menuju gubuk tersebut. Setelah sampai di depan gubuk, Tito pun berbelok ke kanan menuju sebuah rawa yang terlihat menyeramkan. Vinka semakin cemas.” Sebenarnya apa sih yang Tito rencanakan?” batinnya dalam hati. Ia pun semakin penasaran ketika ternyata ujung dari rawa ini ternyata adalah sebuah hamparan padang rumput yang sangat luas. Terlihat olehnya keramaian di tengah padang rumput tersebut. Awalnya Vinka ga ngeh dengan keramaian orang tersebut. Tiba-tiba berbunyi sebuah ledakan kecil yang menerbangkan sebuah spanduk bertuliskan,
                “HAPPY BIRTHDAY VINKA! SUCCESS FOR YOUR FOURTEEN YEARS!”
                Vinka yang tak menyangka dengan kejutan ini langsung menutup muka antara senang dan malu. Setelah ia perhatikan dengan seksama, ternyata orang-orang itu adalah orang tua serta teman-temannya. Ia tak menyangka bahwa semua orang terdekatnya sangat peduli kepadanya. Tito yang menyadari hal ini pun langsung mengajak Vinka mendekat dengan orang tua serta teman-temannya itu.
                “Vinka, selamat ulang tahun ya sayang. Sukses terus, jangan ngambek-ngambek lagi,” ujar mamanya sambil mengecup dahinya.
                “Iya, nih papa udah buatin spanduk gede-gede khusus buat kamu lo,” tambah papanya sambil tersenyum.
                “Well, happy birthday nih Vin. Sori ya kami semua udah jutek banget sama kamu semingguan ini, tapi seneng deh lihat muka cemberut kamu haha,” kata teman-teman Vinka sambil bergantian bersalaman dengan Vinka. Vinka pun yang sedari tadi speechless akhirnya berkata,
                “Terima kasih ya ma, pa, teman-teman. Aku ga nyangka kalian inget dan peduli banget sama aku sampai mau bela-belain bikin ini semua sama aku. Hampir aja aku mau bunuh diri, untung aja ada Tito. Oiya, Tito makasih ya atas …” ucapan Vinka pun terhenti karena ternyata Tito sudah tidak ada di belakangnya. Vinka pun cemas dan kalang kabut.
                Tak lama kemudian,
                “Happy Birthday Vin. Thanks ya kamu udah bikin hari-hariku jadi indah. Aku punya hadiah istimewa untuk kamu,” tiba-tiba terdengar suara Tito dari ujung rawa tadi sambil membawa sebuah kue tart. Vinka pun semakin terkejut dan tak terasa air matanya keluar. Tito pun akhirnya berdiri di depan Vinka.
                “Ayo Vin. Ditiup yang apinya. Don’t forget your wishes,” kata Tito.
                Vinka segera meniup sambil berdoa dalam hati. Setelah semua lilin ditiupkan, teman-temannya pun bersorak dan mulai berebutan mengambil makanan. Vinka yang memang tidak begitu lapar pun membiarkan mereka semua mencicipi makanan. Ia pun menoleh ke arah Tito yang ternyata juga sedang melihatnya. Ia pun berkata, “Terima kasih atas semuanya To.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar