Hari ini hujan lebat. Petir menyambar dimana-mana. Kupererat dekapanku pada tas hitam lusuh ini. Kulihat orang-orang lalu lalang satu persatu meninggalkanku disini. Di sebuah halte tua yang catnya terkelupas sana-sini. Sudah lama aku menunggu bus tujuanku tapi tak muncul juga. Jalanan pun terlihat makin sepi. Tak ingin pulang lebih larut, kuputuskan untuk berjalan melawan derasnya hujan yang tak kunjung henti.
Aku menggigil namun aku harus kuat. Tak peduli pada pakaianku yang sudah basah kuyup, tak peduli pada kulit keriputku yang sudah sangat pucat, kutelusuri terus jalan ini. Yang kuingat hanyalah bayangan dirimu. Senyuman manismu. Celotehan riangmu. Terbayang olehku saat engkau menerima isi dari tas ini, kau tentu akan berteriak senang dan memelukku. Tak sabar untuk bertemu denganmu, kupercepat langkahku. Jalan sepanjang 3 kilometer ini aku lalui dengan badan menggigil namun hati membara.
Tak terasa, kini aku tiba di mulut gang rumah kita. Tinggal melewati jalan sempit ini dan aku akan bisa memelukmu. Di kejauhan kulihat engkau melambaikan tangan kepadaku, menyambutku dengan senyuman khasmu. Tak ingin membuatmu kedinginan menunggu di teras, kupercepat lagi jalanku. Tak lagi kuhiraukan beceknya tanah yang mengotori pakaianku. Yang kulihat hanya dirimu. Dirimu dengan senyumanmu.
Tinggal beberapa langkah lagi. Kulihat engkau mulai berjalan mendekatiku. Tiba-tiba, terdengar suara "KREEEK". Tak sadar diriku dengan pohon dibelakangku yang akan menindih tubuhku. Engkau yang melihat hal itu berteriak, "Ayaaaah, minggir yaaah" dan mendorong tubuhku ke samping. Kulihat engkau terjatuh dan... AH! Jantungku berdesir melihatnya. Kulihat tubuh mungilmu tertindih pohon besar itu. Kulihat tubuhmu bersimbah darah. Kulihat perutmu terbelah. Ah aku tak sanggup melihat lebih banyak. Para tetangga mulai berdatangan dan berusaha mengangkat pohon yang menghimpitmu. Tak sanggup kutahan derai air mata ini yang terus menerus meluap dari pelupuk mata. Dadaku sesak. Aku menangis. Menyesal karena tidak berhati-hati hingga akhirnya engkau harus berkorbankan nyawa. Kini aku sebatang kara. Aku tak punya senyuman manismu lagi. Aku takkan bisa mendengar celotehanmu lagi. Takkan ada lagi yang menghiburku ketika aku pulang kerja. Tak ada lagi yang menjadi harapanku dan menjadi motivasiku untuk hidup. Kini aku hanya bisa mendekap tas hitam lusuhku ini. Berisikan boneka beruang, hadiah untukmu gadis kecilku yang manis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar